kotabontang.net - Booming bisnis komoditas ikan lou han dan tanaman anthurium juga pernah dialami Riyadi, warga Gunungpati, Semarang. Tanaman anthuriumnya pernah ditawar Rp 30 juta, namun tidak dilepas. Riyadi gelo ketika tak lama berselang harga anthurium anjlok.
Sebelum demam anthurium, booming terjadi pada komoditas ikan lou han. Riyadi pun me ncoba peruntungan dengan membeli 20 bibit ikan lou han untuk dilakukan pembesaran. "Saya sudah prediksi kalau bisnis ikan lou han cuma sementara. Jadi saya tidak mau ambil resiko beli mahal. Saya main ke pembesaran saja," ujarnya.
Riyadi pun belum merasakan nikmat booming ikan lou han lantaran hanya berlangsung sekitar tiga bulan. "Ikan lou han yang dicari bentuk kepala dan warnanya. Saya beli bibit Rp 50 ribu per ekor, paling mentok saya jual Rp 200 ribu belum sampai jutaan. Cuma tiga bulan langsung anjlok," ujarnya.
Komoditas anthurium kemudian booming. Pria yang suka dengan tanaman ini sebelumnya mengembangkan tanaman donakarmen dan sri rejeki sebelum anthurium booming. "Donakarmen juga dulu sempat ramai. Saya ambil di Ungaran. Kemudian booming anthurium," ujarnya.
Sebelum booming, lanjut Riyadi, anthurium hanya dijual pada kisaran harga Rp 10 ribu per tanaman. Kemudian melonjak menjadi Rp 5 juta. "Sebelum booming harga kayak kacang, Rp 1.000 dapat tiga yang kecil-kecil. Harga tergantung keunikan tanaman. Waktu booming saya pernah jual Rp 5 juta dan Rp 23 juta karena indukan," ujarnya.
Riyadi salah memprediksi jika anthurium akan jadi primadona selama setahun. Ketika calon pembeli menawar anthuriumnya sebesar Rp 30 juta, Riyadi tidak melepasnya. "Ternyata prediksi saya salah. Hanya beberapa bulan langsung anjlok. Gelo juga ngga dijual," ujarnya.
Beruntungnya, Riyadi tidak pernah mengalami kerugian yang besar.
"Saya budidayakan anthurium sampai ribuan. Kalau dulu omzet budidaya anthurium saya bisa Rp 500 juta. Sekarang masih beberapa tapi sudah jelek-jelek, yang bagus-bagus sudah mati," ujarnya.
Seperti halnya lou han dan anthurium, Riyadi memprediksi tingginya harga batu mulia dan akik tidak akan berlangsung lama, hanya sekitar dua tahun. "Akik tidak ada standarnya kayak emas. Akik dilihat dari keunikannya saja. Paling cuma satu-dua tahunan, setelah itu anjlok," ujarnya. (tribun jateng cetak)