kotabontang.net - Hukum Nikah dan Talak Jarak Jauh Melalui HP Oleh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA.
Pertanyaan
Bapak Pengangsuh yang mulia,
Assalamualaikum wr wb.
Bersama ini saya ingin menanyakan tentang kepastian hukum tentang:
1. Ijab kabul pernikahan pengantin pria yang di ucapkan lewat HP (handphone) kepada mempelai wanita (wali), karena pengantin pria jauh, tidak dapat hadir dalam acara pernikahan. Apakah sah nikahnya?
2. Mentalak istri dengan SMS melalui HP, apakah dapat menjatuhkan talak tersebut?
3. Suami istri mengalami sakit akibat pengaruh sihir suatu hari suami istri bertengkar, tiba-tiba istri minta cerai pada suaminya, karena suami jauh di sana dia pun tiba-tiba menulis SMS cerai melalui HP. Apakah jatuh talak (cerai) terhadap istrinya?
Atas kesediaannya memberikan jawaban, saya ucapkan terima kasih.
Astra
Sigli, Pidie
Jawaban
Sdr Astra, yth
Waalaikumussalam wr wb.
Sebagaimana sudah sama dimaklumi, nikah itu adalah akad suci yang menjadi landasan pembangunan rumah tangga bahagia antara seorang lelaki dengan seorang perempuan. Rumah tangga bahagia merupakan idaman dan harapan dari semua manusia untuk mendapatkan hasanah di dunia dan juga hasanah di akhirat.
Oleh karena itu, semestinya akad itu jangan sekadar jadi (bek ta peujeut-peujeut). Semestinya harus dilaksanakan dalam bentuk yang paling sempurna, tidak hanya sekadar memenuhi syarat dan rukun, tapi juga sunat dan tatakrama atau akhlak berkaitan dengan janji suci ini.
1. Atas dasar itu, pertanyaan pertama saudara dapat dijawab bahwa pernikahan seperti itu menurut hemat pengasuh tidak sah, karena:
Pertama, ijab dan qabul itu berlangsung jarak-jauh, sehingga saksi yang merupakan salah satu unsur paling pokok dalam pernikahan tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Padahal, Rasulullah saw menyatakan dalam sabdanya: Tidak ada nikah tanpa ada wali dan dua orang saksi yang adil.”
Wali dan saksi wajib berperan sempurna. Saksinya harus melihat dengan dua mata dan mendengar dengan dua telinganya akan acara dan suara ijab dan qabul. Ini dituntut untuk hadirnya ‘aqidain, yaitu calon suami, saksi dan juga wali pada suatu tempat yang disepakati. Apalagi menurut sebagian ulama, seperti Imam Syafi’i mengatakan bahwa nikah itu akad amat qudus (suci), bukan seperti akad lain, maka nikah tidak boleh dilangsungkan dengan tulisan dan alat takbir lainnya. Nikah mesti dengan perkataan;
Kedua, nikah jarak jauh itu memberi peluang untuk aspal (asli tapi palsu). Bisa jadi itu rekaman ataupun dubbing suara, pakai topeng di muka dan lain-lain penipuan yang akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Kalau memang ada kesukaran karena tempat amat berjauhan, Islam memang telah memperkirakan akan ada yang demikian, maka agama mulia ini telah menyiapkan jalan keluarnya yang dijamin halal dan aman dari penipuan, yaitu wikalah, dimana calon pengantin laki-laki menunjuk seseorang untuk dapat menjadi wakilnya dan atas namanya bertindak sebagai aqid.
Aqad Wikalah dapat dilakukan dengan ucapan, tulisan dan isyarat (Asy Syarqowi, juz 2 hal. 10, dan Bujairimi ‘Ala al Iqna’, juz 3 hal. 10). Si A menjadi wali nikah dari seorang wanita (si B) dikota lain yang akan melangsungkan pernikahan. Pada hari dan saat akad nikah akan dilangsungkan, si A mendadak sakit dan tidak dapat menghadiri pernikahan tersebut. Kemudian si A mewakilkan kepada si C yang rumahnya berdekatan dengan si B lewat telepon untuk menikahkan si B. Sahkah mewakilkan perwalian (tawkil) untuk akad nikah lewat telepon? Hukum tawkil untuk akad nikah lewat telepon adalah sah, selama taukil tersebut dapat dipahami dan tidak ada penolakan dari pihak yang menerima wakalah.
Ketiga, meskipun demikian, kalau dlangsungkan diluar Pencatatan Nikah, maka secepatnya diisbatkan lagi sesuai peraturan yang berlaku, dan; Keempat, perlu sedikit koreksi terhadap pertanyaan saudara, ada kesan bahwa ijab dan qabul dalam pernikahan itu, berlangsung antara pria dengan mempelai wanita. Kesan itu keliru, karena ijab dan qabul dalam pernikahan berlangsung hanyalah antara pihak lelaki atau wakilnya yang sah dengan wali pihak wanita, bukan dengan wanita itu sendiri.
2. Berbeda halnya dengan talak yang pada dasarnya merupakan hak preogatif suami, sehingga dalam kitab-kitab tidak disebutkan persyaratan saksi. Kalau ada ya, memang lebih bagus. Ketika seseorang mentalak istrinya melalui alat komunikasi, seperti HP atau telepon, permasalahan yang terjadi adalah suami melakukan talak tanpa saksi.
Suami menelpon istrinya dan terjadilah percakapan, lalu suami mentalak sang istri. Sehingga hanya mereka berdua yang mendengar. Terkecuali jika load speaker diaktifkan, sehingga ada beberapa orang yang mendengar talak dari suami, dan ini jarang.
Terdapat keterangan bahwa ulama sepakat, talak statusnya sah, meskipun dilakukan tanpa saksi. Imam as-Syaukani menjelaskan. Telah terjadi ijma’ bahwa tidak wajib adanya saksi ketika talak. Sebagaimana yang disampaikan al-Mauzu’i dalam Tafsir al-Bayan. Rujuk statusnya sama dengan talak. (Nailul Authar, 6/300).
Hal tersebut berdasarkan hadis dari Fatimah binti Qais, ketika beliau diceraikan oleh suaminya Abu Amr bin Hafs. Fatimah menceritakan bahwa Abu Amr bin Hafs menceraikan Fathimah binti Qais dengan talak tiga, ketika Abu Amr tidak ada bersamanya. Kemudian Abu Amr mengutus seseorang untuk memberikan gandum ke Fathimah. (HR. Muslim 1480).
Berdasarkan riwayat di atas, talak melalui HP atau telepon statusnya sah, meskipun tidak ada wali dan tidak disampaikan langsung di hadapan istri. Demikianlah pandangan syariat Islam, namun di negara kita Indonesia harus juga disesuaikan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
3. Adapun pertanyaan yang ketiga, menurut hemat pengasuh, kesadaran, ya. Jatuh talaknya. Kalau tanpa sadar, main-main misalnya, kalau langsung, ya, jatuh, karena Nabi menyatakan: Ada tiga hal pura-pura juga dianggap serius, antaranya talak. Karena jalan terbaik adalah klarifikasi lagi, di hadapan sidang Mahkamah Syar’iyyah.
Demikian saudara, wallahu a’lamu bish-shawaab.
Baca Juga : Hukum Nikah Beda Agama Menurut Islam Dan Ajaran Nabi
Baca Juga : Hukum Nikah Beda Agama Menurut Islam Dan Ajaran Nabi